Review Film The Equalizer 3: Pensiunan Pembunuh Bayaran

REVIEW FILM THE EQUALIZER 3: PENSIUNAN PEMBUNUH BAYARAN

TEROPONG-MEDIA | FILM - The Equalizer 3 berkisah tentang Robert McCall (Denzel Washington) pensiunan pembunuh bayaran yang bekerja untuk Pemerintah Amerika Serikat, menemukan hiburan dalam menegakkan keadilan atas nama kaum tertindas. 

Film ini dibuka dengan upaya McCall mendatangi lokasi daerah Kebun Anggur di Sisilia, Italia, yang bernama Cantina Arriana yang berjarak 10 KM arah selatan Sisilia. Di lokasi tersebut McCall menghadapi beberapa penjaga kebun anggur yang bersenjata, sampai pada akhirnya McCall dapat membunuh pimpinan kebun anggur Cantina Arriana . 

Dalam keadaan mendapatkan luka tembak yang cukup parah akhirnya McCall ditemukan oleh polisi distrik setempat, bernama Gio Bonucci. McCall mencoba melupakan masa lalunya dengan tinggal di sebuah kota kecil penuh ketenangan di bagian selatan Italia, Altamonte. Namun, ketenangan itu terusik ketika beberapa warga sekaligus teman McCall di kota tersebut diteror oleh sekelompok mafia setempat yang merupakan jaringan mafia yang terkenal dengan sebutan Camorra, yang dipimpin oleh Vincent Quaranta, pimpinan generasi ke 5 Camorra. 

Hal ini pun membuat McCall terpaksa harus beraksi sekali lagi demi melindungi kota tersebut dengan cara bekerja sama secara rahasia dengan salah satu agen CIA untuk Financial Operation di Italia yang merupakan unit khusus yang melacak sumber uang kegiatan kriminal terorganisir, bernama, Emma Collins. Collins  bekerja dibawah arahan langsung agen CIA bernama Frank Conroy,  sebagai Kepala Operasi CIA di Italia. 

Dengan telah  ditemukannnya 55 Peti hasil produksi Wine di kebun anggur Cantina Arriana oleh McCall. Temuan ini menjadi informasi penting untuk dipelajari lebih lanjut oleh CIA dalam upaya melakukan investigasi lebih lanjut terkait proses produksi Wine di Cantina Arriana. Dari produksi yang dilakukan oleh kebun anggur tersebut ternyata diperoleh informasi awal bahwa Cantina Arriana mengimpor anggur dari Syria, kemudian melakukan pengemasan ulang (repackaging). Hal inilah yang menjadi kecurigaan McCall untuk mendalami lebih lanjut dalam mengungkap kejanggalan produksi Wine di kebun anggur tersebut.

Akhirnya setelah CIA terjun langsung ke lokasi, dipimpin langsung oleh Frank Conroy, maka ditemukan fakta, bahwa ternyata Cantina Arriana bukan mengimpor anggur dari Syria tapi ternyata mengimpor Fenetilin Hidroclorida yang merupakan bahan dasar obat-obatan terlarang dari bahan Synthetic Methamphetamin dari Syria. Di negara ini, yang katanya Fenetilin Hidroclorida banyak digunakan oleh ISIS sebagai obat untuk membuat pasukan ISIS selalu terjaga sepanjang hari selama di medan perang. Obat ini di Syria disebut sebagai obat Jihad. Fakta menunjukan bahwa kebun anggur Cantina Arriana beroperasi dan berafiliasi dengan organisasi mafia Comorra.  Camorra berupaya menyelundupkan obat Jihad  ini ke Sisilia, kemudian dikemas ulang di Sisilia untuk dikirim ke seluruh daratan Eropa.  Disinilah plot cerita semakin menarik untuk ditonton dan disimak plot cerita akhirnya.  Lorenzo Vilate seorang buronan interpol yang melakukan bisnis pencurian uang melalui Phishing dan Scamming,  ternyata memakan korban seorang pensiunan buruh bangunan asal Amerika Serikat bernama Greg Dryer, yang telah bekerja selama 43 tahun. Dana pensiunnya sebesar US $ 366.400 diretas 9 bulan lalu oleh sistem yang dimiliki oleh Lorenzo Vilate, yang menyebabkan Greg Dryer kehilangan seluruh hasil kerjanya.

Saya sangat tertarik dengan film ini, yang sangat jelas menggambarkan Narcoterrorism.  Narcoterrorism sendiri menurut Drug Enforcement Agency (DEA) (Hutchinson, 2002) adalah “ participation of groups or associated individuals in taxing, providing security for, otherwise aiding or abetting drug trafficking endeavors in an effort to further, orfund, terrorist activities”. Definisi Narcoterrorism di atas pada akhirnya dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai upaya dari pihak-pihak tertentu, baik sebagai individu maupun organisasi tertentu, di mana mereka menyediakan akses-akses yang dapat mempermudah usaha-usaha dan aktivitas terorisme tersebut.

Saya dulu skeptis dengan istilah Narcoterrorism, saya anggap kasus ini hanya kasuistik saja, tetapi sejak kasus Fadli Sadama hingga  diakhir 2023 saya mencatat ada 12 kasus teroris di Indonesia yang juga berhubungan dengan narkotika, dari kasus Fadli Sadama, Tgk Mukhtar, Ismarwab alias Ismail, Tgk Ahmad, Bahraini Agam, Putri Maharani, Mulyadi, Akbar Muriawan, belum lagi bandar-bandar narkoba yang berlatar belakang separatis di Aceh.

Adapun  menurut data PPATK, transaksi narkoba di Indonesia telah mencapai Rp 400 Triliun, 5 Kali APBD Jakarta! PPATK mencatat, berdasarkan hasil Penilaian Risiko nasional Indonesia terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Narkoba, Korupsi dan Terorisme adalah jenis kejahatan extraordinary crime yang merupakan kejahatan terorganisir lintas negara dan dapat menjadi ancaman serius karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan suatu bangsa.

Data UNODC memperkirakan hasil perdagangan global dari obat-obatan terlarang antara 100 miliar USD hingga 1 triliun USD per tahunnya . Sebesar 70% dari dana tersebut disembunyikan pada lembaga keuangan legal dan digunakan untuk menembus struktur keamanan nasional. Data lain yang didapat dari UNODC menunjukkan bahwa hasil yang didapat dari perdagangan narkotika diperkirakan mencapai seperempat dari seluruh dana yang dihasilkan oleh kelompok kejahatan transnasional pada tahun 2014.  Pendapatan dari kejahatan transnasional ilegal seperti perdagangan senjata, penyelundupan manusia jauh lebih kecil daripada perdagangan narkotika. Dana tersebut diperlukan oleh kelompok teroris untuk pendanaan rekrutmen, pelatihan, infrastruktur, perlengkapan, suap terhadap aparat yang berwenang.

Saran dan Kesimpulan

Dalam upaya melakukan Counter Terrorism dalam format Narcoterrorism, maka institusi yang terkait tidak cukup dengan hanya mengandalkan insting detective saja, tetapi juga harus didukung oleh sistem yang dapat memberikan informasi yang cepat dan tepat guna dalam upaya membongkar pola operasi terorisme berdasarkan tempat dan lokasi. Solusi yang dapat digunakan untuk membantu institusi terkait adalah dengan menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI), Map Analysis (GIS Analytics) dan Vulnerability Location Analysis. Teknologi ini mampu membuat pattern/pola berdasarkan analisa terhadap peta dan lokasi. Teknik pengungkapan melalui metode Bottom Up dimana untuk mengetahui dalang terorisme perlu menerapkan Root Cause Analysis yang dibantu dengan teknologi AI Graph Analytics.

Pemanfataan Data Mining dalam melakukan Profiling yang terhadap Key Player terhadap aktifitas teroris sangat dibutuhkan untuk mengungkap pelaku utama dibalik suatu kejadian peristiwa serangan teroris dimana ternyata tokoh penting yang berada dibalik serangan teror mampu mengelabui pola operasi dengan memanfaatkan pola organisasi terorisme lain untuk mengelabui proses investigasi.

Pengungkapan Cyber Crime mampu diungkap dengan bantuan sistem AI yang dapat melakukan tracing dan tracking dengan cepat dan tepat berdasarkan sumber data yang besar melalui Big Data. Di sisi lain untuk mengungkap aliran dana dan transaksi keuangan yang diretas, juga membutuhkan teknik peretasan melalui sistem Ghost Hunter untuk pelacakannya.

Kegiatan kriminal tingkat tinggi (Organized Crime) seperti, Money Laundering, Phishing & Online Scams, Financial Fraud dan Synthetic Drug Trafficking sangat tergambar jelas dalam film ini. Dimana di masa depan nanti hal ini merupakan satu paket utuh ancaman Cyber Crime yang dalam kegiatannya mampu untuk mendanai kegiatan teroris dengan motivasi lain dan tidak berafiliasi dengan kelompok teroris yang beraliran Religious, Ideologist atau Nasionalist/Separatist. Organisasi kriminal seperti ini adalah format baru terorisme yang menggunakan teknologi canggih untuk dapat mendukung operasi mereka baik di ranah regional dan internasional. 

Organisasi kriminal jenis baru inilah yang membutuhkan sistem teknologi informasi dan komunikasi yang canggih dalam  melakukan deteksi, mitigasi  dan investigasi intelijen dan juga mendukung proses pemantauan, pencegahan dan penindakan oleh institusi pemerintah yang terkait. Di Indonesia tantangan Cyber Crime ini tentunya membutuhkan kerjasama yang baik  dan terintegrasi antara institusi dan lembaga terkait, seperti Densus 88, BNPT, BNN, BIN, PPATK dan Imigrasi, untuk mengungkap tindakan terorisme yang didalangi oleh Cyber Crime di  era masa depan.

Ditulis: Sofyan Tsauri

- Teropong Media, Melihat Informasi Lebih Jelas -

Posting Komentar untuk "Review Film The Equalizer 3: Pensiunan Pembunuh Bayaran"