Pembangunan Transendental

PEMBANGUNAN TRANSENDENTAL

TEROPONG-MEDIA.COM | EKONOMI - Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (economic growth/development) merupakan bagian yang paling vital dalam pembahasan ekonomi dalam skala makro. Aspek ini pada umumnya menjadi tujuan dalam perencanaan dan kebijakan perekonomian pemerintah yang biasanya diukur dengan standar GDP (Gross Domestic Product), GNP (Gross National Product), PDB per kapita, atau Income per Kapita. Pertumbuhan dalam hal ini hanya dihitung secara material.

Konsep ini dalam paradigma developmentalisme menjadi ide sentral dalam setiap kebijakan politik pemerintah untuk mencapai kesejahteraan (prosperity), bahwa kesejahteraan hanya dapat dicapai melalui kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan ragam pasar, serta secara proteksionis menetapan tarif yang tinggi pada barang-barang impor. Sektor yang diperkaya adalah sektor industri dalam negeri, yang opportunity cost dari hal tersebut biasanya adalah distribusi dan kemerataan.

Melalui paradigma ini, proses pertumbuhan dianggap linier dan seragam dalam setiap spektrum kultural, yang bermula pada tingkat tradisional atau primitif hingga mencapai tahap modern atau terindustrialisasi. Dengan kata lain aspek industrial merupakan prasyarat kemodernan sekaligus kemajuan jika mengacu pada paradigma ini. 

Pada era kontemporer saat ini, industrialisasi masih dijadikan indikator dari kemajuan, sebagaimana adanya konsep pertumbuhan Industry 4.0. Tahapan industri ke-4 ini bersifat siber-fisik, dimana industri diatur secara otomasi mandiri yang terhubung dengan jejaring komputasi internet. Meskipun hal demikian dianggap kemajuan, namun muncul kekhawatiran bahwa peran manusia akan diganti oleh mesin cerdas.

Irfan Syauqi Beik menjelaskan bahwa konsep pertumbuhan dan pembangunan ekonomi konvensional yang digunakan oleh banyak negara saat ini sudah sepatutnya kembali dipertimbangkan, disamping standar pertumbuhan hanya diukur secara material, konsep tersebut pula sejatinya merupakan pengalaman bangsa dan negara yang mempunyai sumber daya natural dan kultural tertentu, dimana konsep tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan bagi pertumbuhan dan pembangunan bangsa lain yang tidak memiliki prasyarat yang sama.

Paradigma tentang pertumbuhan dan pembangunan suatu bangsa itu didasarkan pada nilai-nilai yang menjadi dasar pijakannya, salah satunya adalah tentang kesejahteraan (prosperity). Konsep kesejahteraan yang hanya didasarkan pada pemenuhan aspek material berdasarkan pada paradigma konvensional dianggap merupakan prasyarat kebahagiaan (well-being) masyarakatnya.

Akan tetapi fenomena pada kenyataannya justru menunjukkan adanya sebuah anomali, bahwa suatu negara maju yang memiliki tingkat indeks kesejahteraan yang tinggi seperti ketahanan hidup, tingkat pengangguran relatif rendah, sanitasi yang baik, akses kesehatan dan pendidikan, dan lainnya, justru pada saat yang sama menunjukkan adanya tingkat bunuh diri yang tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan material belum cukup untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia. Kenyataan ini dalam pandangan Islam sebenarnya telah diidentifikasi oleh para ulama mistikus Islam, bahwa kebahagiaan hakiki hanya dapat diperoleh melalui keimanan yang benar kepada Tuhan. SMN al-Attas menyebutkan bahwa keimanan merupakan 'substratum of life' yang merupakan prasyarat hidup bahagia.

Berdasarkan hal ini, maka konsep pertumbuhan dan pembangunan dalam Islam itu harus didasarkan dan ditujukan untuk keimanan. Syah Waliyullah al-Dihlawi misalnya menggagas konsep 'Irtifaqat' berupa sikap lemah lembut terhadap kehidupan sebagai suatu teori pembangunan, dimana hal tersebut harus dikaitkan selalu dengan 'iqtirabat' yaitu usaha untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

Gagasan 'Irtifaqat' al-Dihlawi itu berangkat dari usaha untuk saling mendukung di antara manusia dalam bentuk kerjasama (cooperation). Para pengkaji pemikiran al-Dihlawi seperti G.N. Jalbani, Saiyid Athar Rizvi, Marcia K. Hermansen, maupun Abdul Azim Ishlahi menganggap bahwa aspek 'cooperation' sangat esensial 'sine qua non' dalam paradigma ekonomi pembangunan al-Dihlawi. Hal ini menggambarkan suatu masyarakat yang integral yang secara sadar bekerjasama untuk mencapai kesejahteraan.

Sedangkan aspek 'Iqtirabat' merupakan landasan pertumbuhan untuk merealisasikan kemaslahatan dan kebahagiaan hidup (sa'adah). Dalam surat al-A'raf ayat 96 pula terdapat ayat yang mengisyaratkan bahwa aspek spiritual itu justru dapat membawa kesejahteraan material manusia: 'law aamana ahl al-qura wa ittaqaw lafatahna alaihi barakati min al-sama' wa al-ardh'. Para mufassir pada umumnya menafsirkan bahwa tashdiq atas Tauhid dan Rasul serta beramal salih merupakan sebab Tuhan memberikan berkah yang melimpah.

Bahkan konon, Abraham Maslow sang psikolog penggagas 'teori hirarki kebutuhan manusia' mengakui bahwa setelah aktualisasi diri (self actualization) ada fase yang disebut olehnya dengan 'transcendence', yaitu kebutuhan spiritual untuk memperoleh kebahagiaan hidup. Dimana jika ditinjau secara makro, maka kesejahteraan masyarakat tidak akan sempurna tanpa terpenuhinya kebutuhan spiritual sebagai bentuk pertumbuhan yang bersifat transendental.

Wallahu a'lam.

NSS.

Oleh: Shadiq Sandimula

- Teropong Media, Melihat Informasi Lebih Jelas -

Posting Komentar untuk "Pembangunan Transendental"